Siapa yang tidak suka dengan makanan manis, kan? Mungkin kita menganggapnya sebagai hadiah: secangkir kopi manis di pagi hari untuk memulai hari yang panjang atau es krim di malam hari sebagai penghargaan setelah seharian bekerja.
Tidak ada masalah dengan makanan manis sesekali, tetapi mengonsumsinya secara rutin bisa berisiko bagi kesehatan kita. Tanpa kita sadari, gula bisa tersembunyi di berbagai makanan dan minuman sehari-hari, bukan hanya pada permen, soda, atau pencuci mulut. Kita bisa menemukannya di saus, minuman olahraga, hingga protein bar yang sering dipandang ‘sehat.’
FDA merekomendasikan agar asupan gula harian tidak lebih dari 10% dari total kalori yang kita konsumsi. Dalam diet 2.000 kalori per hari, itu berarti kita setidaknya harus membatasi asupan gula hingga 200 kalori atau 50 gram. Menurut Maggie Symes, seorang intern dietetik dan mahasiswa ilmu gizi, itu adalah panduan penting untuk diikuti.
Sekarang, apa sih sebenarnya 50 gram gula itu? Contohnya, satu kaleng Red Bull ukuran 8,4 ons mengandung 27 gram gula. Itu sudah setengah dari batas yang disarankan hanya dengan minum satu kaleng. Bahkan, Cool Blue Gatorade yang sering diminum setelah berolahraga ternyata mengandung 34 gram gula! Jadi, jika kita mengonsumsi keduanya, batas harian itu sudah terlewatkan tanpa menghitung makanan lainnya. Memahami label makanan sangat penting untuk menghindari risiko penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, atau bahkan kanker.
“Industri makanan punya banyak istilah untuk menggambarkan gula, yang bisa bikin kita bingung,” kata Chong, seorang intern dietetik lainnya.
Contoh istilah yang digunakan antara lain maltosa, madu, sirup jagung, molase, agave, dextrose, dan masih banyak lagi. Selain itu, produsen makanan sering mencantumkan klaim lain seperti ‘tanpa gula’, ‘gula berkurang’, atau ‘rendah gula tambahan’. Tapi, kita harus tahu bahwa klaim itu tidak selalu akurat.
Menurut American Heart Association, ‘tanpa gula’ berarti produk tersebut mengandung kurang dari 0,5 gram gula per porsi. ‘Gula berkurang’ mengindikasikan produk tersebut mengandung setidaknya 25% lebih sedikit gula dibandingkan versi tradisionalnya. ‘Tanpa tambahan gula’ berarti saat diproduksi, tidak ada bahan yang mengandung gula yang ditambahkan—walaupun mungkin ada gula alami di dalamnya. Sedangkan ‘rendah gula tambahan’ berarti kurang dari 5% dari nilai harian yang dianjurkan.
“Dengan lebih memperhatikan label makanan, kita bisa memahami kandungan gula dan membuat pilihan yang lebih baik sesuai dengan tujuan dan kebutuhan diet kita,” ungkap Chong.
Selain membaca label, penting juga untuk memahami bagaimana tubuh kita mencerna gula. Gula adalah karbohidrat sederhana yang memberikan sumber energi cepat. Ketika kita mengonsumsi makanan mengandung gula, sistem pencernaan kita akan memecahnya menjadi molekul gula sederhana, yang kemudian diserap ke dalam aliran darah dan didistribusikan ke sel-sel tubuh. Nah, masalahnya, sel tidak bisa membedakan dari mana gula itu berasal. Apakah dari kentang, apel, atau permen, semuanya akan diperlakukan sama.
Karbohidrat dalam makanan kita juga memengaruhi gula darah. Tidak semua karbohidrat memiliki efek yang sama, tetapi pada akhirnya, semuanya akan diubah menjadi glukosa. Proses ini berjalan baik untuk kesehatan kita jika kita seimbang, tetapi terlalu banyak mengonsumsi gula dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan permanen di tubuh.
Beberapa cara untuk mencegah hal ini adalah berfokus pada makanan alami utuh, berolahraga secara teratur, membatasi asupan gula hingga kurang dari 10% dari total kalori, serta mencari pengganti untuk makanan dan minuman manis, kata Symes.
“Sepertinya gula lebih banyak dalam diet kita daripada yang sering kita sadari. Jadi, penting untuk memahami sumbernya dan bagaimana hal itu memengaruhi kesehatan kita,” tutup Chong.
Disunting oleh Senna James, Sophia Ramirez, dan Madeline Schmitke.
Hubungi penulis di [email protected].
Suka dengan The State Press? Ikuti kami di X!
